BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Penulisan
Pengukuran yang paling
sering dilakukan oleh profesinal kesehatan adalah tanda-tanda vital : suhu
tubuh, nadi, respirasi, tekanan darah, dan saturasi oksigen (Perry, Anne
Grifin. 2005 p.17)
Menurut Depkes Republik Indonesia berbagai
jenis buangan yang dihasilkan rumah sakit dan unit-unit pelayanan kesehatan
yang mana dapat membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehataan bagi
pengunjung , masyarakat terutama petugas yang menanganinya disebut sebagai
limbah klinis.
Limbah klinis berasal dari pelayanan medis,
perawatan, gigi, veterinary, farmasi atau yang sejenisnya serta limbah yang
dihasilkan rumah sakit pada saat dilakukan perawatan, pengobatan atau
penelitian. Berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya limbah klinis dapat
digolongkan dalam limbah benda tajam, infeksius, jaringan tubuh, citotoksik,
farmasi, kimia, radio aktif dan limbah plastik.
Pemberian obat yang aman dan akurat
merupakan salah satu tugas terpenting perawat. Obat adalah alat utama terapi
yang digunakan dokter untuk mengobati klien yang memiliki masalah kesehatan.
Perawat bertanggung jawab memahami kerja obat dan efek samping yang
ditimbulkan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon klien, dan memantau
klien menggunakan dengan benar dan berdasarkan pengetahuan (Potter & Perry,
2005. p.991)
2.
Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan
makalah ini diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Memahami
keterampilan dasar dalam keperawatan
b. Memahami
teknik pengukuran tanda-tanda vital sesuai tahap tumbuh kembang klien.
c. Memahami
cara pengelolaan alat dan bahan terkontaminasi
d. Memahami
cara pembuatan larutan desinfektan
e. Memahami
pertimbangan khusus dalam pemberian obat pada bayi, anak-anak, dan lansia.
f. Untuk
memenuhi tugas individu.
BAB II
KETERAMPILAN DASAR KEPERAWATAN
I. Pengukuran Tanda-tanda Vital Sesuai
Tahap Tumbuh Kembang
- Pemeriksaan Suhu Tubuh (kozier et all, 2009 p.27)
1.
Bayi
a. Saat
mengukur suhu tubuh bayi melalui aksila. Anda mungkin perlu memegang lengan
bayi agar tetap berada didepan dada.
b. Rute
aksila mungkin tidak seakurat rute lain untuk mendeteksi demam pada anak
c. Rute
timpanik cepat dan nyaman. Letakkan bayi pada posisi supine dan buat kepala
stabil. Tarik puncak daun telinga dan lurus ke belakang dan sedikit ke bawah.
Arahkan ujung thermometer ke depan dan masukkan secukupnya untuk menutup
saluran.
d. Hindari
rute timpanik pada anak dengan infeksi telinga yang aktif atau terpasang selang
drainase membrane timpani.
e. Rute
rektal adalah pilihan terakhir pada anak
2.
Anak
a. Rute
timpani dan aksila adalah yang biasa digunakan
b. Untuk
rute timpanik, biarkan anak di atas pangkuan orang dewasa dengan kepala anak
bersandar pada tubuh orang dewasa sebagai penopang. Tarik puncak telinga lurus
kebelakang kemudian ke atas untuk anak usia 3 tahun.
c. Hindari
rute timpanik pada anak dengan infeksi telinga yang aktif atau terpasang selang
drainase membrane timpani.
d. Rute
oral dapat digunakan untuk anak usia di atas 3 tahun. Direkomendasikan untuk
menggunakan termometer yang tahan pecah
e. Untuk
mengukur suhu rektal latakkan anak pada posisi prone di atas pangkuan atau
dalam posisi miring dengan lutut fleksi. letakkan thermometer sedalam 1 inci
atau 3,5 cm ke dalam rectum
3.
Lansia
a. Suhu
tubuh lansia cenderung lebih rendah daripada suhu dewasa menengah
b. Suhu
tubuh lansia sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan dan perubahan
suhu internal
c. Lansia
dapat menghasilkan serumen telinga yang cukup banyak sehingga dapat mengganggu
pembacaan hasil pemeriksaan thermometer timpanik
d. Lansia
cenderung memiliki hemoroid. Inspeksi anus sebelum melakukan pemeriksaan suhu
melaui rektal.
- Pengukuran Frekuensi Nadi (kozier et all, 2009. p. 37)
1.
Bayi
a. Gunakan
nadi apikal untuk mengkaji fkekuensi detak jantung neonatus, bayi, dan anak
usia 2-3 tahun untuk mendapatkan data dasar untuk pengkajian selanjutnya ;
untuk menentukan apakah frekuensi detak jantung dalam rentang keadaan normal;
dan apakah irama teratur.
b. Letakkan
bayi pada posisi supine dan beri dot bila bayi menangis atau rewel. Menangis
dan aktivitas fisik akan meningkatkan frekuensi nadi bayi.
c. Tentukan
lokasi nadi apikal kira-kira satu atau dua ruang di atas apeks dewasa pada saat
bayi.
d. Nadi
brakialis, popliteal, dan femoralis dapat dipalpasi. Akibat tekanan darah yang
normalya rendah dan detak jantung cepat , nadi distal lainnya pada bayi mungkin
sulit untuk diraba.
2.
Anak
a. Untuk
memeriksa nadi perifer, letakkan anak diposisi yang nyaman pada lengan orang
dewasa atau biarakan orang dewasa tetap dekat dengan anak.
b. Untuk
mengkaji nadi apikal, bantu anak yang lebih kecil pada posisi supine atau duduk
yang lebih nyaman
c. Demonstrasikan
prosedur kepada anak dengan menggunakan boneka atau mainan, dan biarakan anak
memegang stetoskop sesaat sebelum prosedur dimulai.
d. Apeks
jantung yang normalnya terletak di interkosta keempat pada anak yang lebih
kecil, dan interkosta kelima pada usia anak 7 tahun dan lebih.
e. Tentukan
lokasi impuls apikal sepanjang ruang interkosta keempat , antara MCL dan garis
anterior aksila
3.
Lansia
Jika klien menderita tremor yang hebat pada
tangan atau lengan , denyut nadi radialis mungkin sulit dihitung
- Pengukuran frekuensi pernapasan (kozier et all, 2009 p.41)
1.
Bayi
a. Bayi atau anak yang menangis memiliki frekuensi
pernapasan yang abnormal dan perlu ditenangkan sebelum pernapasan dapat dikaji
secara akurat.
b. Jika
diperlukan letakkan tangan dengan lembut
pada abdomen bayi untuk merasakan
naik dan turunnya abdomen dengan cepat
selama pernapasan.
2.
Anak
Observasi naik turunnya abdomen karena anak
yang lebih muda bernapas diafragma. Jika perlu, letakkan tangan dengan lembut
diabdomen untuk merasakan naik dan turunnya abdomen dengan cepat selama
pernapasan.
3.
Lansia
Beritahu klien untuk tetap diam atau hitung
napas setelah memeriksa denyut nadi.
- Pengkajian Tekanan Darah (kozier et all, 2009 p.48)
1.
Bayi
a. Gunakan
stetoskop pediatrik dengan diafragma kecil
b. Bagian
tepi bawah manset tekanan darah dapat lebih dekat ke ruang antekubital bayi
c. Gunakan
metode palpasi jika auskultasi dengan stetoskop atau Doppler tidak berhasil.
d. Tekanan
pada lengan dan paha adalah sama pada anak-anak usia di bawah 1 tahun.
2.
Anak
a. Jelaskan
setiap proses dan apa yang akan dirasakan. Demontrasikan pada boneka.
b. Gunakan
teknik palpasi untuk anak di bawah usia 3 tahun.
c. Lebar
bledder manset harus 40 persen dan panjangnya 80-100 persen dari lingkar lengan
d. Ukur
tekanan darah terlebih dahulu sebelum melakukan prosedur yang tidak nyaman
lainnya agar tekanan darah tidak meningkat palsu pada akibat ketidak nyamanan.
e. Pada
anak-anak tekanan diastolit dianggap pada awitan fase 4 , empat suara mulai
redup.
f. Pada
anak-anak tekanan bawah paha kurang lebih 10 mm Hg lebih tinggi daripada
lengan.
3.
Lansia
a. Kulit
bisa sangat rapuh. Jangan biarkan tekanan manset tetap tinggi lebih lama dari
yang diperlukan.
b. Tentukan
apakah klien meminum obat antihipertensi dan jika benar, kapan obat terakhir diminum.
c. Jika
lengan klien mengalami kontraktur , kaji tekanan darah dengan palpasi, saat
lengan pada posisi relaksasi, jika tidak memungkinkan lakukan pemeriksaan
tekanan darah pada paha.
- Pengkajian Nyeri (Carpenito, 2009. P. 201)
1.
Anak
Bagi anak-anak, pilih skala tertentu yang
sesuai dengan perkembangan usia : dapat menggunakan untuk usia atau usia yang
lebih muda : libatkan anak dalam memilih skala.
a. Usia
3 tahun dan lebih tua
Gunakan gambar wajah atau foto wajah
(skala Oucher) berkisar dari foto tersenyum , foto mengerutkan dahi, kemudian
foto menangis dengan skala menarik.
b. Usia
4 tahun dan lebih tua
Gunakan empang kepingan poker yang
berwarna putih untuk menanyakn nyeri kepada anak berupa buah rasa sakit yang
dia rasakan (tidak ada nyeri=tidak ada kepingan)
c. Usia
6 tahun dan lebih tua
Gunakan skala numerik , 0-05, 0-10 (secara
verba atau visual) ; gunakan gambar tubuh yang masih kosong, bagian tubuh depan
dan belakang, dan tanyakan kepada anak untuk menggunakan tiga krayon warna atau
mewarnai bagian tubuh yang sedikit terasa nyeri, nyeri sedang dan nyeri berat.
d. Dewasa
Bagi orang dewasa, gunakan skala analog
visual 0 sampai 10 (0=tidak ada nyeri, 10=nyeri yang paling parah yang pernah
dialami).
2.
Dewasa
Bagi orang dewasa, gunakan skala analog
visual 0 sampai 10 (0=tidak ada nyeri, 10=nyeri yang paling parah yang pernah
dialami).
II. Membuat Larutan Desifektan (Kusyati,
2006. p.182)
1. Pengertian
Menyiapkan/membuat larutan desinfektan
sesuai ketentuan (Kusyati, 2006. p.182)
2. Tujuan
Menyediakan larutan desinfektan yang dapat
digunakan secara tepat guna dan aman serta dalam keadaan siap pakai (Kusyati,
2006. p.182)
3. Jenis
desinfektan (Kusyati, 2006. p.182)
a. Sabun
yang mempunyai daya antiseptik, misalnya Asepso, sopoderm.
b. Lisol
c. Kreolin
d. Savlon
e. PK
(Permanganas Kalikus)
f. Betadin
4. Cara
pembuatan (Kusyati, 2006. p.182)
a.
Cara membuat larutan sabun (Kusyati,
2006. p.182)
1)
Kegunaan
Mencuci tangan dan peralatan seperti alat
tenun, logam, kaca, karet/plastic, kayu bercat dan yang berlapis formika(Kusyati,
2006. p.182)
2) Persiapan
alat (Kusyati, 2006. p.182)
a) Sabun
padat, sabun krim, atau sabun cair
b) Gelas
ukur/spuit
c) Timbangan
(jika ada)
d) Pisau
atau sendok makan
e) Alat
pengaduk
f) Air
panas atau hangat dalam tempatnya
3) Prosedur
pelaksaan (Kusyati, 2006. p.182)
a) Membuat
larutan dari sabun padat atau krim
Masukkan sabun pasat sekurang-kurangnya 4
gr ke dalam ember berisi 1 liter air panas atau hangat, lalu aduk sampai larut.
b) membuat
larutan dari sabun cair
Campurkan 3 cc sabun cair kedalam ember
berisi 1 liter air hangat, kemudian aduk sampai rata.
b. Cara
membuat larutan lisol dan kreolin (Kusyati, 2006. p.183)
1) Kegunaan
a) Lison
0,5% : Mencuci tangan.
b) Lisol
1% : Desinfektan peralatan
perawatan/kedokteran.
c) Lisol
2-3% : Merendam peralatan yang
digunakan pasien pengidap
penyakit menular, selama 24 jam.
d) Kreolin
0,5% : Mendesinfeksi lantai.
e) Kreolin
2% : Mendesinfeksi lantai kamar
mandi/WC/Spulhok.
2) Persiapan
alat
a) Larutan
lisol
b) Gelas
ukur
c) Ember
berisi air
d) Ember
atau baskom
e) Kreolin
3) prosedur
pelaksanaan
a) Membuat
larutan lisol atau kreolin 0,5%
Campurkan 5 cc lisol atau kreolin kedalam 1
liter air.
b) Membuat
larutan lisol atau kreolin 2% atau 3%
Campurkan 20 cc sampai 30 cc lisol atau
kreolin kedalam 1 liter air.
c. Cara
membuat larutan savlon (Kusyati, 2006. p.183)
1) Kegunaan
a) Savlon
0,5% : Mencuci tangan
b) Savlon
1% : Merendam peralatan
perawatan/kedokteran.
2) Persiapan
alat
a) Savlon
b) Gelas
ukur
c) Ember
atau baskom
d) Ember
berisi air secukupnya.
3) Prosedur
pelaksanaan
a) Membuat
larutan savlon 0,5%
Campurkan 5 cc savlon kedalam 1 liter air.
b) Membuat
larutan savlon 1%
Campurkan 10 cc savlon kedalam 1 liter air.
d. Cara
Membuat larutan PK (Kusyati, 2006. p.184)
Keterangan :
V1 Jumlah pelarut (air) yang sudah diketahui
V2 Jumlah pelarut (air) yang dicari
K1 Jumlah PK yang tersedia
K2 Konsentrasi PK yang dibutuhkan (1/4000)
Contoh :
Jika diketahui V1=2 liter, K1=50/100,
dan K2=1/4000,berapa V2 ?
Jawab :
Cara 1
V2 = 0,001 Liter
V2 = liter
V2 = 1 cc
Cara 2
V2 0,5 = 0,5
V2 = 1 cc
III.
Pengelolaan
alat dan bahan terkontaminasi (Kusyati, 2006. p.185)
1. Membersihkan
dan mensterilkan sarung tangan (Kusyati, 2006. p.185)
a. Persiapan
alat (Kusyati, 2006. p.185)
1) Sarung
tangan
2) Sabun
3) Kain
pengering
4) Talk
5) Tablet-tablet
formalin
6) Tromol/stoples
b. Prosedur
pelaksanaan (Kusyati, 2006. p.185)
1) Bersihkan
sarung tangan dan periksa apakah ada kebocoran, yaitu dengan memasukkan udara
kedalam sarung tangan, kemudian celupkan kedalam air bersih. Jika ditemukan
kebocoran, pisahkan.
2) Keringkan
dengan menggantungkan dulu sarung tangan, lalu lap dengan kain pengering pada
kedua sisinya dengan hati-hati jangan sampai sobek.
3) Bedaki
tipis-tipis pada kedua sisinya, kemudian atur sarung tangan sepasang-pasang.
4) Sterilkan
sarung tangan didalam tromol/stoples tertutup yang berisi formalin selama 24
jam (dihitung mulai dari jam dimasukkan).
5) Selesaikan,
bereskan alat-alat, dan simpan di tempat semula.
2. Vlamberen
(Mensterilkan dengan cara membakar) (Kusyati, 2006. p.185)
a. Persiapan
alat (Kusyati, 2006. p.185)
1) Lampu
spiritus
2) Spiritus
bakar (brand spiritus)
3) Korek
api
4) Piala
ginjal berisi air
5) Beberapa
buah kapas bulat
6) Korentang
steril
7) Tromol
yang berisi kasa steril
8) Lap
biru
b. Prosedur
pelaksanaan (Kusyati, 2006. p.186)
1)
Cuci terlebih dahulu alat-alat yang
disterilkan, kemudian keringkan hingga kering.
2)
Letakkan alat-alat keperluan diatas
meja.
3)
Basahi bola kapas dengan spiritus bakar,
jangan terlalu basah, kemudian letakkan didalam alat yang akan disterilkan.
4)
Nyalakan lampu
5)
Ambil dengan korentang steril, kapas
bulat yang telah dibasahi dengan spiritus bakar dan nyalakan. setelah itu,
sterilkan bagian dalam dan tutup alat-alat di vlamber.
6)
Setelah selesai, buang kapas dalam piala
ginjal berisi air. Setelah steril, segera tutup alat-alat, kemudian bersihkan
bagian yang telah disterilkan dengan kasa/stuffer
steril.
7)
Selesaikan, bersihkkan alat-alat, dan
kembalikan ke tempatnya masing-masing.
3. Mendesinfeksi
dan mensterilkan alat-alat dari logam (Kusyati, 2006. p.186)
a. Persiapan
alat (Kusyati, 2006. p.186)
1) Menyediakan
kom berisi air bersih atau air mengalir
2) Piala
ginjal
3) Sabun
4) Lap
5) Sterilisator
6) Kain
kasa
b. Prosedur
pelaksanaan (Kusyati, 2006. p.186)
1) Setelah
dipergunakan, bilas semua alat dibawah air mengalir, kemudian rendam dalam
larutan lisol 2% selama 2 jam (bekas penyakit menular direndam selama 24 jam).
2) Kemudian,
cuci setiap alat dengan sabun, bilas sampai bersih.
3) Setelah
dibersihkan, masukkan kedalam sterilisator setelah air didalamnya mendidih
selama 15-20 menit, sedangkan untuk alat-alat logam seperti pisau (distouri), gunting, dsb., masukkan
setelah air mendidih selama 3-5 menit.
4) Setelah
alat-alat steril, angkat dengan korentang steril, lalu simpan dan atur dalam
baki steril atau masukkan kedalam instrumen vloistof.
5) Bereskan
alat-alat dan dimpan ditempat semula.
4. Mendesinfeksi
dan mensterilkan alat-alat dari gelas (Kusyati, 2006. p.187)
a. Persiapan
alat (Kusyati, 2006. p.187)
1) Menyediakan
kom berisi air bersih atau air mengalir
2) Piala
ginjal
3) Sabun
4) Lap
5) Sterilisator
6) Kain
kasa
7) Lidi
kapas (jika perlu)
b. Prosedur
pelaksanaan (Kusyati, 2006. p.187)
1) Bilas
alat-alat dengan air bersih.
2) Bersihkan
pengisap dan tabung bagian dalam dengan lidi kapas atau sikat dengan sabun.
3) Bilas
dengan air bersih.
4) Bersihkan
jarum (dengan cara disemprotkan atau jika perlu dengan mandarin).
5) Pada
sterilisator, letakkan spuit dan pengisapnya berdampingan, begitu juga jarum,
kemudian biarkan dalam sterilisator dengan air mendidih selama 15-20 menit.
6) Setelah
steril, simpan alat-alat dalam baki steril
7) Bereskan
alat-alat dan simpat di temapat semula.
5. Mendesinfeksi
dan mensterilkan alat-alat dari karet (Kusyati, 2006. p.187)
a. Persiapan
alat (Kusyati, 2006. p.187)
1) Bensin
2) Spuit
3) Kapas
b. Prosedur
pelaksanaan (Kusyati, 2006. p.187)
1) Bersihkan
alat-alat, dan bersihkan bekas plester dengan bensin.
2) Setelah
direndam dalam larutan lisol 2% selama 2 jam, bilas kateter, sondfe/maag slang dan cuci dengan sabun.
Bersihkan bagian dalamnya dengan spuit/semprit atau dengan air mengalir sambil
dipijit sampai bersih.
3) Setelah
itu, rebus selama 3-5 menit dalam air mendidih (masukkan alat-alat setelah air
mendidih)
4) Bereskan
alat-alat dan simpan ditempat semula.
IV.
Pertimbangan
Khusus Pemeberian Obat pada Kelompok Usia Tertentu
(Potter & Perry, 2005 p.1021)
- Bayi dan Anak (Potter & Perry, 2005 p.1021)
Usia, berat badan, area permukaan tubuh,
dan kemampuan mengasorpsi, metabolisme, dan mengekresi obat pada anak
berbeda-beda. Dosis untuk anak lebih rendah daripada dosis pada orang dewasa,
sehingga perhatian khusus perlu diberikan dalam menyiapkan obat untuk anak.
Obat biasanya tidak disiapkan atau dikemasa dalam rentang dosis yang
distandardisasi untuk anak. Menyiapkan suatru dosisi yang diprogramkan dari
jumlah yang tersedia membutuhkan perhitungan yang teliti.
Orang tua adalah sumber yang berharga dalam
memepelajari cara terbaik pemberian obat pada anak. Kadangkala trauma pada anak
berkurang, jika orang tua yang memberikan obat dan perawat mengawasinya.
Semua anak memerlukan persiapan psikologis
khusu sebelum menerima obat. Supaya anak koo[eratif, perawatan diperlukan yang
suportif. Perawat menjelaskan prosedur kepada anak, menggunakan kata-kata yang
pendek dan bahasa yang sederhana, yang sesuai dengan tingkat pemahaman anak.
Anak keci yang menolak bekerja sama dan terus menolak, walaupun telah dijelaskan
dan didorong mungkin perlu dipaksa secara fisik. Apabila hal ini terjadi
lakukan dengan cepat dan hati-hati. Jika anak dan orang tua dilibatkan ,
perawat kemungkinan lebih berhasil dalam memberikan obat. Misalnya, katakana ‘’
sekarang waktunya meminum pilmu. Kamu ingin dengan air atau jus?’’ izinkan anak
menetapkan pilihan, jangan pernah memberi anak pilihan untuk tidak meminum
obat. Setelah obata diberikan, perawat dapat memberi pujian kepada anak atau
menawarkan hadiah kecil, misalnya lambing binatang atau mata uang.
- Lansia (Potter & Perry, 2005 p.1021)
Pemberian oabat pada lansia juga
membutuhkan pertimbangan khusu. Di samping perubahan fisiologis penuaan, factor
tingkah laku ekonomi juga mempengaruhi penggunaan obat pada lansia.
Individu berua lebih dari 65 tahun
merupakan pengguna obat terbanyak. Perawat memberi obat kepada lansia harus
mencermati liama pola penggunaan obat oleh klien lansia sebagaimana yang
dididentifikasi Ebersole dan Hess (1994).
a. Polifarmasi.
Artinya klien menggunakan banyak obat, yang diprogramkan atau tidak, sebagai
upaya mengatasi beberapa gangguan secara bersama. Apabila ini terjadi, ada
risiko interaksi oabat dengan obat lain dan makanan. Klien juaga memiliki
risiko lebih besar untuk mengalami reaksi yang merugikan terhadapa pengobatan.
b. Meresepkan
obat sendiri (self-prescibibng of nedication). Berbagai gejala dapat dialami
oleh klien lansia, misalnya nyeri, konstipasi, insomnia, dan ketidakmampuan
mencerna. Semua gejala ini ditemukan pada pengguaan obat yang dijual bebas.
c. Obat
yang dijual bebas. Obat yang dijual bebas digunakan oleh 75% lansia untuk
meredakan gejala. Banyak preparat yang dijual bebas mengandung bahan-bahan
yang, jikaa tidak digunakan dengan tepat, dapat menimbulkan efek samping yang
tidak diinginkan, efek yang merugikan, atau dikontraindikasi untuk kondisi
klien.
d. Penggunaan
obat yang salah (misuse). Bentuk-bentuk penggunaan obat yang salah oleh lansia
antara lain : penggunaan berlebih (overuse). Penggunaan yang kuran (underuse),
penggunaan yang tidak teratur (erratic use), dan penggunaan uang
dikontraindikasikan.
e. Ketidakpatuhan
(noncompliance). Ketidakpatuhan didefinisikan sebagai penggunaan obat yang
salah secara disengaja. Dari semua populasi lansia, 75% diantaranya tidak
mamatuhi program pengobatan secara sengaja dengan mengubah dosis obat dirasa
tidak efektif atau efek samping obat membuat lansia tidak nyaman.
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Tanda vital di ukur untuk menentukan status kesehatan klien biasanya
(data dasar) atau untuk menguji respon klien terhadap stress fisiologi atau
psikologi atau terhadap terapi medik atau keperawatan. Tanda vital dan
pengukuran fisiologis lainnya dapat menjadi dasar untuk pemecahan masalah
klinis. Perubahan dalam satu tanda vital dapat mempengaruhi karakteristik dari
tanda vital lain (Potter & Perry.2005. p.810)
Persiapan dan pemberian obat harus dilakukan dengan akurat oleh perawat.
Perawat harus memberikan perhatian penuh dalam mempersiapkan obat dan
sebaliknya tidak melakukan tugas lain ketika memberikan obat. Perawat
menggunakan “lima benar” untuk menjamin pemberian yang aman, yaitu : benar
obat, benar dosis, benar klien, benar rute pemberian obat dan benar waktu
(Potter & Perry.2005. p.1017)
2.
Saran
Saran penulis dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Perawat
harus mempunyai pengetahuan dasar dalam pemeriksaan fisik dasar klien sesuai
dengan tahap tumbuh kembang manusia.
b. Apabila
klien mempertanyakan kesehatannya, perawat tidak boleh mengabaikan hal
tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Jakarta : EGC
Kozier,
et all.2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta : EGC.
Kusyati, Eni et
al. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar.
Jakarta : EGC
Perry,
Anne Grifin.2005. Buku saku keterampilan dan prosedur dasar keperawatan eds.5
.Jakarta : EGC
Potter &
Perry. 2005. Fundamental Keperawatan : Konsep, proses dan praktik.
Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar